BAB 5
HUKUM PERJANJIAN
HUKUM PERJANJIAN
Standar Kontrak
Standar kontrak pada hukum perjanjian dalah perjanjian yang isinya
telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk
ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi
para konsumen (Johannes Gunawan).
Jenis-jenis kontrak standar
— Ditinjau
dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak
sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan
menjadi:
a. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b. kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c. kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
— Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a. kontrak standar menyatu;
b. kontrak standar terpisah.
— Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a. kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandata- ngani;
kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan
Macam-macam Perjanjian
Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
- Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
- Pekerjaan waktu tidak tertentu (PKWTT)
Sedangan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja
dibagi menjadi:
- Tertulis
- Lisan
Syarat sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat
maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus
bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang
diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya
tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai
wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada
asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap
menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu
merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan
kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata
menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok
yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan
antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut
Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang
oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban.
Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau
dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan
dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua
syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai
perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.
Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1)
BW/KUH Perdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari
para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah
ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban
penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban
akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai
sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak
adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut
dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut
sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan
saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam
Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai
pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah
pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak
supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian
dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun
batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak
biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan
pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan
atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya
kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial
tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Sumber :
Sumber:
http://rum15.blogspot.com/2013/04/hukum-perjanjian.html
http://nuryana26.wordpress.com/2012/04/01/syarat-sahnya-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar