A.
Hukum perdata yang berlaku Indonesia
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam
masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil
dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Salah satu
bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum
dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau
hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal
yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan
pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya.
Ada beberapa
sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga
mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu
sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara
persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya
Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem
hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia
didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada
masa penjajahan.
B.
Sejarah Singkat Hukum Perdata di
Indonesia
Hukum di
Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan
hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana,
berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek
sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar
masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam
lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain
itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari
aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah
Nusantara.
C.
Pengertian & Keadaan Hukum Di
Indonesia
Mengenai
keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu
masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
Faktor etnis
disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita
Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
Faktor
hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk
Indonesia dalam tiga golongan :
Golongan
eropa dan yang dipersamakan
Golongan
bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
Golongan
timur asing (bangsa cina, India, arab)
Pasal
131.I.S. yaitu mengatur Hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing
golongan yang tersebut dalam pasal 163 LS diatas.
adapun hukum
yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
Golongan
Eropa dan yang di persamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum dagang Barat yang
diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Daganga di negeri Belanda
berdasarkan azas konkordinasi.
Golongan
Bumi Putera berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dulu kala berlaku
dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum
tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
Golongan
Timur Asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi
Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa
Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum
tertentu saja.
Maksud untuk
segala golongan warga negara berlainan satu dengan yang lain, dapat kita lihat
:
Golongan
bangsa Indonesia asli. Berlaku hukum adat yaitu yang sejak dulu berlaku di
kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar belum tertulis, tetapi hidup dalam
tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam
masyarakat.
Golongan
warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa. berlaku kitab
KUHP dan KUHD, dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu
penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I
tentang: Upacara yang mendahului dan mengenai penahanan pernikahan. Hal
ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa, karena diberlakukan khusus yaitu
Burgerlijke Stand dan peraturan mengenai pengangkatan anak.
Selanjutnya
untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau
eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai
hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan
kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia
ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR
(Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :
Hukum
perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan
hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di
kodifikasi).
Untuk
golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri
belanda (sesuai azas konkordasi).
Untuk
golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan
kemasyarakatan mereka menghendakinya.
Orang
Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu
peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
Sebelumnya
hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum
yang berlaku adalah hukum adat.
Berdasarkan
pedoman diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan
Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli,
seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
Perjanjian
kerja Perburuhan : (Staatsblad 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang
dari perjudian (straatsblad 1907 no 306)
Beberapa
pasal dari WVK yaitu sebagian besar dari hukum Laut (straatblad 1933 no 49)
Disamping
itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia
seperti :
Ordonasi
Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (straatblad 1933 no 74)
Organisasi
tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) straatblad 1939 no 570 berhubungan
dengan 717.
Dan ada pula
peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
Undang-Undang
Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
Peraturan
Umum tentang koperasi (straatblad 1933 no 108)
Ordinasi
Woeker (straatblad 1938 no 523)
Ordinasi
tentang pengangkutan di Udara (straatblad 1938 no 98)
D.
Sistematika Hukum Perdata Di
Indonesia
Sistematika
Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
Buku I,
tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum
keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang
dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian
dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II,
tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang
mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan
benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud
dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan
dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu
benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak
bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang).
Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan
tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria.
Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak
berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku III,
tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan (atau
kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai
makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara
subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan
(yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan
perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara
pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD
berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah
bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV,
tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan
kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan
hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar