Rabu, 29 Mei 2013

TUGAS SOFTSKIL 6 dan 7


BAB 6 dan 7

HUKUM DAGANG



Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang
Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul khusus dari lapangan perusahaan. Hukum perdata diatur dalam KUH Perdata dan Hukum Dagang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Kesimpulan ini sekaligus menunjukkan bagaimana hubungan antara hukum dagang dan hukum perdata. Hukum perdata merupakan hukum umum (lex generalis) dan hukum dagang merupakan hukum khusus (lex specialis). Dengan diketahuinya sifat dari kedua kelompok hukum tersebut, maka dapat disimpulkan keterhubungannya sebagai lex specialis derogat lex generalis, artinya hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum. Adagium ini dapat disimpulkan dari pasal 1 Kitab undang-Undang Hukum Dagang yang pada pokoknya menyatakan bahwa: “Kitab Undang-Undang Hukum Perdata seberapa jauh dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hal-hal yang disinggung dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Berlakunya Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Hubungan Pengusaha dan Pembantunya
Pengusaha yaitu orang yang mempekerjakan tenaga kerja di perusahaan yang diwajibkanmemberikan upah. Di dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seseorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diperlukan bantuan orang lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.

Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu di dalam perusahaan dan pembantu di luar perusahaan.
1.      Pembantu di dalam perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas da bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perubahan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokutasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2.      Pembantu di Luar Perusahaan adalah mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan penerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperti yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisioner.

Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi di antara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat:
a)     hubungan pemburuhan , sesuai pasal 1601 a KUH Perdata;
b)     hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata;
c)      hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata. 

Pengusaha dan Kewajibannya
Menurut undang-undang, ada dua macam kewajiban pengusaha:
a.       Membuat pembukuan.
Mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan agar dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
b.      Mendaftarkan perusahaannya.
Setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan menurut hukum wajib melakukan pendaftaran tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usahanya.

Bentuk-Bentuk Badan Usaha
·         Dilihat dari jumlah pemiliknya.
a.       Perusahaan perseorangan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh perseorangan atau seorang pengusaha.
b.      Perusahaan persekutuan, yaitu suatu perusahaan yang dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan.
·         Dilihat dari status hukumnya.
a.       Perusahaan berbadan hukum, yaitu sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya
b.      Perusahaan bukan badan hukum, yaitu harta pribadi para sekutu juga akan terpakai untuk memenuhi kewajiban perusahaan tersebut.
·         Sementara itu, di dalam masyarakat dikenal juga dua macam perusahaan:
a.       Perusahaan swasta, yaitu perusahaan yang seluruh modalnya dimiliki oleh swasta atau tidak ada campur tangan pemerintah.
b.      Perusahaan negara, yaitu perusahaan yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki negara.
Perseroan Terbatas
Perseroan terbatas (PT/NV atau Naamloze Vennotschap) adalah suatu badan usaha yang mempunyai kekayaan, hak, serta kewajiban sendiri, yang terpisah dari kekayaan, hak sereta kewajiban para pendiri maupun pemilik.

Koperasi
Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsipprinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.Pojok Pedia
Prinsip Koperasi
Di dalam Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan pada pasal 5 bahwa dalam pelaksanaannya, sebuah koperasi harus melaksanakan prinsip koperasi.
Berikut ini beberapa prinsip koperasi.
1) Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
2) Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis.
3) Sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh koperasi dibagi berdasarkan besarnya jasa masing-masing anggota.
4) Modal diberi balas jasa secara terbatas.
5) Koperasi bersifat mandiri.

Yayasan
Yayasan adalah badan hukum yang tidak mempunyai anggota yang dikelola oleh pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial. Disebutkan juga dalam undang-undang nomor 16 tahun 2001, yayasan merupakan suatu “ badan hukum “ dan untuk dapat menjadikan badan hukum wajib memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu, yaitu:
1.      yayasan terdiri atas persyaratan yang terpisah;
2.      kekayaan yayasan diperuntukan untuk mencapai tujuan yayasan;
3.      yayasan mempunyai tujuan tertentu di bidang social, keagamaan, dan kemanusiaan;
4.      yayasan tidak mempunyai anggota.

Dengan kata lain, pada dasarnya pembentukan yayasan dapat didirikan oleh satu orang atau lebih serta satu badan hukum atau lebih.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Badan usaha milik negara adalah persekutuan yang berbadan hukum yang didirikan dan dimiliki negara. Perusahaan negara adalah daban hukum dengan kekayaan dan modalnya merupakan kekayaan sendiri dan tidak terbagi dalam saha-saham. Jadi, badan usaha milik negara dapat berupa:
1.      Perusahaan jawatan (perjan), yaitu BUMN yang seluruh modalnya termasuk dalam anggaran belanja negara yang menjadi hak dari departemen yang bersangkutan.
2.      Perusahaan umum (perum), yaitu BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.
3.      Perusahaan perseroan (persero), yaitu BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam sahan yang seluruh atau sebagian paling sedikit 51% sahamnya dimiliki negara dan bertujuan mengejar keuntungan.

Sumber :
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/12/pengertian-definisi-hukum-dagang.html

TUGAS SOFTSKIL 5

 
BAB 5
HUKUM PERJANJIAN


Standar Kontrak 
Standar kontrak pada hukum perjanjian dalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen (Johannes Gunawan).
 Jenis-jenis kontrak standar
  Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara massal, dapat dibedakan menjadi:
a.       kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh produsen/kreditur;
b.       kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan dua atau lebih pihak;
c.       kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh pihak ketiga.
  Ditinjau dari format atau bentuk suatu kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak standar, yaitu:
a.       kontrak standar menyatu;
b.      kontrak standar terpisah.
  Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian dapat dibedakan, antara:
a.       kontrak standar yang baru dianggap mengikat saat ditandata- ngani;
 kontrak standar yang tidak perlu ditandatangani saat penutupan 

Macam-macam Perjanjian
Berdasarkan waktunya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
- Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT)
- Pekerjaan waktu tidak tertentu (PKWTT)
Sedangan berdasarkan bentuknya, perjanjian kerja dibagi menjadi:
- Tertulis
- Lisan

Syarat sah Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan.


Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUH Perdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.

Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli. Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.


Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melaksanakan perjanjian
Sumber :

Sumber:
http://rum15.blogspot.com/2013/04/hukum-perjanjian.html
http://nuryana26.wordpress.com/2012/04/01/syarat-sahnya-perjanjian/ 

 

Selasa, 30 April 2013

Hadir....



Disaatku hadir dalam hidupmu
Tangisanmu mampu membuatku
mengerti arti sebuah luka
Luka yang telah menggoreskan hidupmu
Tak lepas dari kelamnya pengorbananmu

Dan kini sudah berulang kali
Sakit yang kurasa terlewat untukmu
Dan kini kurasa memang dirimu
Tak pantas untuk hal yang membuat kau
 semakin terluka

Minggu, 14 April 2013

TUGAS SOFTSKILL 4


A.    Pengertian Hukum Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan yang dimaksud dengan sistem terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.

B.    Dasar hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
.Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).


C.      Azas-azas dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.


D.    Wanprestasi dan akibat-akibatnya

Wanprestasi adalah prestasi yang tidak terpenuhi
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan.

Akibat-akibat Wansprestasi
Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni
1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)
Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni
a. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh salah satu pihak;
b. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
c. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.


E.     Hapusnya Perikatan
hapusnya perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu perikatan adalah sebagai berikut :

1. Pembayaran merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela
2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3. Pembaharuan utang
4. Perjumpaan utang atau kompensasi
5. Percampuran utang
6. Pembebasan utang
7. Musnahnya barang yang terutang
8. Batal/pembatalan
9. Berlakunya suatu syarat batal
10. Lewat waktu




TUGAS SOFTSKILL 3


A.     Hukum perdata yang berlaku Indonesia
Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat. Hukum perdata dalam arti luas meliputi semua hukum privat materil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.

B.    Sejarah Singkat Hukum Perdata di Indonesia
Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau Syari’at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat, yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.


C.     Pengertian & Keadaan Hukum Di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk yaitu masih beraneka ragam. Faktor yang mempengaruhinya antara lain :
Faktor etnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
Faktor hysteria yuridis yang dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga golongan :
Golongan eropa dan yang dipersamakan
Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
Golongan timur asing (bangsa cina, India, arab)
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur Hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 LS diatas.
adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
Golongan Eropa dan yang di persamakan berlaku Hukum Perdata dan Hukum dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Daganga di negeri Belanda berdasarkan azas konkordinasi.
Golongan Bumi Putera berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dulu kala berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
Golongan Timur Asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Maksud untuk segala golongan warga negara berlainan satu dengan yang lain, dapat kita lihat :
Golongan bangsa Indonesia asli. Berlaku hukum adat yaitu yang sejak dulu berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
Golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa. berlaku kitab KUHP dan KUHD, dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang:  Upacara yang mendahului dan mengenai penahanan pernikahan. Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa, karena diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand dan peraturan mengenai pengangkatan anak.
Selanjutnya untuk golongan warga Negara bukan asli yang bukan berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, jadi tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan maupun yang mengenai hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya sebagai berikut :

Hukum perdata dan dagang (begitu pula hukum pidana beserta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus diletakkan dalam kitab undang-undang yaitu di kodifikasi).
Untuk golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi).
Untuk golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya.
Orang Indonesia asli dan timur asinng, selama mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa.
Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang maka bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.
Berdasarkan pedoman diatas, dijaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
Perjanjian kerja Perburuhan : (Staatsblad 1879 no 256) pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (straatsblad 1907 no 306)
Beberapa pasal dari WVK yaitu sebagian besar dari hukum Laut (straatblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
Ordonasi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (straatblad 1933 no 74)
Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) straatblad 1939 no 570 berhubungan dengan 717.
Dan ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu :
Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
Peraturan Umum tentang koperasi (straatblad 1933 no 108)
Ordinasi Woeker (straatblad 1938 no 523)
Ordinasi tentang pengangkutan di Udara (straatblad 1938 no 98)

D.    Sistematika Hukum Perdata Di Indonesia
Sistematika Hukum Perdata di Indonesia dalam KUH Perdata dibagi dalam 4 buku yaitu:
Buku I, tentang Orang(van persoonen); mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Buku II, tentang Kebendaan(van zaken); mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
Buku III, tentang Perikatan(van verbintennisen); mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
Buku IV, tentang Daluarsa dan Pembuktian(van bewijs en verjaring); mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.


Sumber:

TUGAS SOFTSKILL 2


1. Subjek  Hukum

Subjek hukum adalah orang pembawa hak dan kewajiban atau setiap mahkluk yang berwenang untuk memiliki, memperoleh dan menggunakan hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.
Subjek hukum terdiri dari 2 yaitu :
a. Manusia
Manusia sebagai subjek hukum telah mempunyai hak dan mampu menjalankan hak nya dan di jamin oleh hukum.
Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Namun ada pengecualian menurut Pasal 2 KUHPerdata, bahwa bayi yang masih ada di dalam kandungan ibunya dianggap telah lahir dan menjadi subjek hukum jika kepentingannya menghendaki, seperti dalam hal kewarisan. Namun, apabila dilahirkan dalam keadaan meninggal dunia, maka menurut hukum ia dianggap tidak pernah ada, sehingga ia bukan termasuk subjek Hukum
Ada juga golongan manusia yang tidak dapat menjadi subjek hukum, karena tidak cakap dalam melakukan perbuatan hukum (Personae miserabile) yaitu :
1. Anak yang masih dibawah umur, belum dewasa dan belum menikah.
2. Orang yang berada dalam pengampuan (curatele) yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk, pemboros, dan Isteri yang tunduk pada pasal 110 KUHP, yg sudah dicabut oleh SEMA No.3/1963
b. Badan Hukum
Badan hukum adalah orang yang diciptakan oleh hukum. Jadi badan hukum sebagai pembawa hak dan tidak berjiwa dapat melakukan persetujuan – persetujuan, memiliki kekayaan yang sama sekali terlepas dari kekayaan anggotanya.
Misalnya suatu perkumpulan dapat dimintakan pengesahan sebagai badan hukum dengan cara :
a. Didirikan dengan akta notaris
b. Di dafrarkan di kantor Panitera pengadilan negeri setempat
c. Dimintakan pengesahan anggaran dasar kepada Menteri Kehakiman dan HAM khusus untuk Badan Hukum Dana Pensiun oleh Menteri Keuangan
d. Diumumkan dalam berita negara RI

2.OBJEK HUKUM

Objek hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Misalkan benda-benda ekonomi, yaitu benda-benda yang untuk dapat diperoleh manusia memerlukan “pengorbanan” dahulu sebelumnya. Hal pengorbanan dan prosedur perolehan benda-benda tersebut inilah yang menjadi sasaran pengaturan hukum dan merupakan perwujudan dari hak dan kewajiban subjek hukum yang bersangkutan sehingga benda-benda ekonomi tersebut menjadi objek hukum.

Bagian-Bagian Objek hukum dapat dibedakan menjadi :
a. Benda Bergerak
Pengertian benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya dapat berpindah sendiri ataupun dapat dipindahkan. Benda bergerak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
·         Benda Bergerak karena sifatnya
meja, kursi, mobil, motor, komputer, dll.
·         Benda Bergerak karena Ketentuan Undang – Undang
saham, obligasi, cek, tagihan – tagihan, dll.
b. Benda tidak bergerak
Pengertian benda tidak bergerak adalah Penyerahan benda tetapi dahulu dilakukan dengan penyerahan secara yuridis. Dalam hal ini untuk menyerahkan suatu benda tidak bergerak dibutuhkan suatu perbuatan hukum lain dalam bentuk akta balik nama. dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :
·         Benda tidak bergerak karena sifatnya
Tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain atau biasa dikenal dengan benda tetap.

3.Hak Kebendaan yang Bersifat Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)

Hak kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian).

Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
1.      Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
2.      Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

http://vanezintania.wordpress.com/2011/05/13/hak-kebendaan-yang-bersifat-sebagai-pelunasan-hutang-hak-jaminan/